Minggu, 11 September 2011

My Story : Ramadhan Dikota Santri.

Oleh:  Zach
Saya menyukai hidup di desa, desa dimana nilai-nilai 'Indonesia' masih sangat kental.
Indonesia yang ramah, tulus dan apa adanya.
 
Terlebih disaat bulan Ramadhan seperti saat ini, dimana manusia saling berlomba-lomba berbuat kebaikan, hebatnya hal ini dilakukan bukan hanya kaum muslimin saja, namun juga dari toleransi umat non muslim.
Jika kita telusuri, Islam sudah ada di Indonesia sejak abad ke XI di Samudera Pasai, dan berkembang pesat pada abad XIV pada saat berdirinya kerajaan Demak....bahkan makam Islam tertua ditemukan di Desa Leran, Gresik tertanda abad VI.
Sejak ratusan tahun lalu, kita semua hidup rukun berdampingan, tanpa ada 'label' muslim dan non muslim, tanpa memandang ras Jawa, China, pribumi non pribumi dsb...karena kita hidup disini, dan jika mencintai kehidupan kita maka kita harus mencintai lingkungan kita, mungkin itulah yang ada dibenak nenek moyang kita dahulu, dan seiring pergeseran nilai, maka bergeser pula tatanan kehidupan kita, terutama didaerah perkotaan.
 
Mungkin itu juga saat bulan Ramadhan, kita selalu terkenang masa kecil kita, sebab mungkin saat-saat itu adalah saat dimana kita masih sangat tulus dalam menyambut Ramadhan, Ramadhan adalah bulan keikhlasan, tanpa ikhlas baik dalam berpuasa maupun rangkaian ibadah didalamnya kita tidak akan mendapat hikmah Ramadhan.
Ramadhan adalah bulan kebersamaan, sesibuk apapun diri kita pasti akan meluangkan waktu untuk bersama orang-orang terkasih kita, yakni keluarga, entah saat berbuka maupun saat makan sahur, dan sanak famili juga tetangga saat sholat jamaah entah tarawih maupun sholat rawatib lainnya.
 
Berbicara indahnya keikhlasan saat Ramadhan, beberapa hari lalu saat berada di sebuah desa di Kabupaten Pasuruan, saya kesulitan mencari ATM, dan mau tidak mau harus pergi ke kota, namun naas ternyata motor yang saya tumpangi bocor ban-nya, terpaksa harus berjalan jauh sambil menuntun motor disore hari yang masih panas, duitpun pas-pasan.
 
Akhirnya ketemu juga tukang tambal ban yang sudah tutup karena sudah menjelang maghrib, saya harus mengetuk rumah tukang tambal ban itu buat minta tolong tambal ban, beliau menganjurkan supaya ganti ban dalam sebenarnya, namun karena saya teringat hanya membawa uang Rp. 10.000,- karena belum ketemu mesin ATM, ya saya hanya berani untuk tambal ban saja.
Namanya juga motor pinjaman, mana saya tau jika kondisi ban dalam sedemikian parahnya, sudah tipis, bahkan ditambal 2 kali masih juga ada bocor, akhirnya saya pasrah...bilang terus terang kalau hanya membawa duit Rp. 10.000,-.
Pak Supri, nama tukang tambal ban tersebut malah tertawa, beliau bilang..."ealah, duit nanti saja mas, yang penting mas-nya bisa pulang, wong ban-nya saya juga beli duit belakangan koq".
Sungguh saya terharu, ternyata dia beli ban tempatnya tidak dekat, butuh waktu 15 menit, hingga saat beliau datang bertepatan dengan adzan maghrib, dan yang lebih bikin haru adalah beliau membagi makanan biar saya bisa berbuka puasa.
Awalnya saya menolak, mana tega sih mengambil makanan yang cuman sedikit, dengan lauk ala kadarnya begitu, tapi ada kalimat beliau yang mau tidak mau membuat saya akhirnya ikut makan....
"Tidak usah sungkan, memang hanya begini mampu saya, tapi saya akan mendapat pahala jika mas-nya berkenan berbuka dari rizky yang saya dapat".
Saat motor sudah beres dan saya sudah bisa ambil uang di ATM, saya kembali untuk membayar 'hutang' dan memberi 'bonus' lebih namun malah saya diberi 'oleh-oleh' lebih dari yang saya berikan.
 
Tidak saja ban motor diganti baru, namun saja juga mendapat buka puasa dan sholat berjamaah dirumah beliau, selain itu saya seperti mendapatkan saudara dan keluarga baru....hebat khan? ketulusan yang menjadi berkah bagi orang lain.
 
Inilah yang sesungguhnya contoh Ramadhan yang indah.
Contoh keikhlasan yang luar biasa.
 
Sesuatu yang indah itu bukan dari mewah dan mahalnya.
Sesuatu menjadi bernilai, adalah berasal dari bagaimana sesuatu itu dihargai.
 
Walau mahal dan mewah, namun jika kita tidak menghargai keberadaannya, akan menjadi biasa dan tidak istimewa lagi.
Demikian Ramadhan kita, nilai Ramadhan akan menjadi indah adalah hasil dari penghargaan kita akan keistimewaan Ramadhan itu sendiri, dari ketulusan dan keikhlasan hati kita.
 
~Z~
Selasa, 23 Agustus, 2011 03:36

Tidak ada komentar:

Posting Komentar