Senin, 05 September 2011

Antologi Puisi "Ratmaya Urip"

Dear All Members,

Di bulan Ramadhan ini saya persembahkan sebagian coretan saya yang coba saya kumpulkan kembali.

Antologi Puisi saya ini sengaja saya bagi 4 (empat) katagori, yaitu Puisi Religi, Puisi Kehidupan, Puisi Mbeling dan Puisi Romansa, yang masing-masing terdiri dari beberapa puisi dengan thema yang berbeda.

Puisi-puisi ini kebetulan hadir di benak dan langsung dapat menjadi karya, yang lahir selama berkelala dan mengembara di sudut-sudut Nusantara, di tengah penantian di airport yang menjemukan, atau di tengah lebatnya belantara Borneo, atau dalam ferry yang dengung mesinnya memekakkan telinga di Selat Karimata, atau di antara derap kuda liar di padang prairi dan sabana di Sumbawa, atau ketika tengah mengagumi indahnya panorama Bukit Nona dalam perjalanan ke Tana Toraja.

Beberapa Puisi memang sudah pernah hadir di milis ini. Namun yang ini merupakan hasil revisi yang terbaru.

Saya berharap bagi yang dapat menikmati, untuk dapat memberikan sentuhan kecil agar dapat menambah etos dan semangat, sehingga dapat menapaki karya dengan lebih baik.

Bagi yang merasa bahwa ini tidak ada manfaatnya, mohon jangan sungkan-sungkan untuk langsung saja men-delete-nya. Karena saya tahu, ada yang tidak suka dengan Puisi.

Salam Manajemen.

Ratmaya Urip


ooOoo


Antologi Puisi Ratmaya Urip*) :




1. PUISI-PUISI RELIGI:



JalanNYA
Oleh: Ratmaya Urip

JalanNYA adalah jalan ukhuwah yang penuh amanah
Jalan ibadah yang membawa berkah dan anugerah
Bukan jalan untuk kita saling berbelah dan pecah
Atau jalan yang mengajak gerah atau saling enyah
Bukan pula jalan untuk saling menghardik dan menyumpah
Yang dapat membuat kita tercabik-cabik
Namun untuk menjadi baik dan saling bertabik
Supaya hidup ini menjadi laik

JalanNYA adalah jalan untuk berserah pada ukhuwah
Jalan menuju selamat dunia akhirat

Kebaikan dan kebenaran bukan hadir karena jerat
Namun karena sadar diri yang membuatnya ingat akhirat
Ketaqwaan bukan tiba karena memasung nurani
Namun karena jati diri telah sadar betapa indahnya kehidupan surgawi

Di jalanNYA selalu ada ampun
Meski dosa telah terhimpun menjadi rumpun
Karena selalu ada tempat untuk munajat dan hajat
Dari peri laku khianat atau laknat yang sempat menjerat
Bagi yang ingin taubat
Bagi yang sadar bahwa hanya jalanNYA
Jalan yang dapat membawa kepada sempurna dunia akhirat
Karena jalan Illahi tak pernah berhenti atau mati
Bagi pelita kehidupan dan cahaya kebenaran surgawi

Sidoarjo, 12 Agustus 2011

=============== ========

Jalanmu
Oleh: Ratmaya Urip


Hari-harimu adalah jalanmu
Jalan lurus nan mulus menuju ridho Illahi
Atau jalan berkelok penuh onak, duri dan badai jahanam yang bukan jalanNYA
Karena itu pilihanmu

Pilihan adalah ruang dan waktu
Sementara ruang dan waktu adalah lorong sempit yang sulit untuk berkelit bagi jalanmu
Padahal jalanmu dapat mencipta oase bagimu ketika letih, lapar dan dahaga pada spiritualmu
Oase yang selalu ada saat kau berangkat atau ditengah jalan ketika kau sekarat
Sementara aku tahu bahwa inginmu adalah selamat
Yang tentu saja itu tidak cukup hanya dengan semangat


Benak dan nurani adalah mata air bagi hati
Bekal bagi jalan yang akan tertiti
Yang selalu menyisakan langkah untuk hati-hati
Bahkan selalu ada arah untuk berganti yang selalu menanti
Untuk kembali ke pelukan sajadah panjang membentang
Dalam pasrah serah kepada chalikmu
Dalam tulusnya doa-doa
Dalam langkah-langkah di jalan lurusmu
Yang bermuara kepadaNYA

Jalanmu selalu ada oase untuk berpaling atau berteduh
Berlindung padaNYA yang penuh seluruh
Tanpa harus membuat gaduh dan keruh
Tanpa harus menghardik kiri kananmu
Karena jalanmu yang damai dan lurus
Yang penuh mulianya akhlak yang menyibak
Tak pelak akan menabur pukat dan pikat menuju dunia-akhirat
Menuai mereka untuk mengikutimu
Dalam jalanmu


Sidoarjo, 12 Agustus 2011

==================== ========


Ramadhan
Oleh: Ratmaya Urip


Lapar dan dahaga Ramadhan
Yang berujung Imsak dan berpangkal dalam pelukan Maghrib yang meneduhkannya dalam merdunya adzan
Adalah anugerah dan amanah Illahi
Yang akan selalu hakiki dalam nurani

Dalam Ramadhan
Meski dera raga melumat dengan fana
Namun ayun langkah hati yang menanti selalu tiba dengan pasti
Menuju perjalanan yang baka dan surgawi
Berbekal rohani yang tak henti berbagi dengan segala yang hakiki
Tuk menyapa pahala, yang penantiannya selalu hadir dalam hayati

Ramadhan adalah bulan penuh barokah, rahmat dan ampunan
Yang penuh pahala yang sama dengan seribu bulan
Yang menjadi impian setiap insan

Bulan penuh tadarus yang enggan untuk putus
Mengumandangkan hajat, munajat dan hayat yang enggan untuk penat
Tentang ayat ke ayat, surat ke surat, dan juz ke juz dari awal sampai tamat


Ramadhan
Di pintumu aku mengetuk
Tuk mencabik dosa-dosa yang selalu menggoda
Supaya ku dapat bertabik dengan pahala
Dari Yang Maha Kuasa penguasa semesta

Ketika sajadah membentang dan dahi menyentuhmu dalam doa Illahi
Dalam wajibnya sholat fardlu
Dan dalam sujud tarawih yang tak henti untuk merungkas dosa-dosa
Dalam doa-doa yang menghardik segala laknat yang sedang lekat dengan pesta yang mengusung khianat sampai kiamat
Tuk jalan lurus penuh seluruh
Pada surgawi yang hakiki dan abadi
JalanMU

==================== =============


2. PUISI KEHIDUPAN:



Jika Aku Dapat Memilih Rahimku
Oleh: Ratmaya Urip

(Tangis pilu bangsaku untuk Ruyati binti Saboti, yang terenggut nyawanya bukan karena kehendaknya. Meski berjuang demi hidupnya dan devisa bagi negara, namun tak ada budi dari negaranya, sehingga maut menjemputnya)


Jika aku dapat memilih rahimku
Pasti kan kupilih yang kuasa membekali cita dan cinta
Atau yang menjamin asa ‘tuk hidup bahagia

Jika aku dapat memilih rahimku
Kan kupilih yang dapat membekali hari esok
Untuk hidup penuh seronok
Dengan tembang yang indah penuh cengkok
Dan tentu saja yang bukan olok-olok

Jika aku dapat memilih rahimku
Tak ingin ku dapat bara panas menyengat
Yang membuat hidupku kesrakat atau sekarat
Dan membawa jiwa ragaku menjadi kiamat

Jika aku dapat memilih rahimku
Kan kupilih bukan penuh hari yang selalu gopoh
Yang terbirit kecut dari yang tak senonoh
Bukan pula yang merogoh goroh
Apalagi yang secuilpun tak menyisakan seloroh

Jika aku dapat memilih rahimku
Aku tak ingin hidup selalu bongkok atau bengkok
Apalagi berlumur borok yang bosok yang membuatku bonyok
Juga tak mau hidup terseok-seok
Nyatanya sejak pagi ayam berkokok sampai dini hari lagi masih terpojok
Tak peduli meski wedok atau denok
Di negeri orang yang meski penuh seronok
Namun penuh tohok, dan tonjok
Serta golok yang selalu siaga untuk menggorok


Jika aku dapat memilih rahimku
Kan kupilih yang membawaku hidup damai dan sejahtera
Yang setiap asa dapat bertabik mesra
Pada limpahan tahta dan harta
Yang dapat kutebarkan ke seluruh jelata
Supaya nestapa mereka menjadi sirna
Baka mereka menjadi fana

Jika aku dapat memilih rahimku
Pasti kupilih untuk fana dengan kereta, harta dan tahta
Yang selalu dijalanNYA
Yang nyata dan kebak pesona
Di tengah lambaian jelata yang ceria sepanjang masa
Dipeluk bahagia yang sejahtera

Jika aku dapat memilih rahimku
Tak ada benakku tuk mengutil uang negara
Atau korupsi dan merampok seperti yang kini merajalela
Pesta pora mengajak dosa mengundang laranganNYA
Menghardik perintahNYA

Namun rahimku adalah rahimNYA
Jalanku adalah jalanNYA
Untuk memilih pasti ku tak kuasa
Dan rahimku kini mengantarku ke gerbang baka

Rahimku telah membawaku tak pernah ada kidung
Karena selalu tertatih murung penuh busung dari kampung ke kampung
Dan terjerembab menuju pentung, pasung dan gantung
Yang bermuara pada kejamnya pancung

Sidoarjo, 21 Juni 2011


=================== ================

Prosa Kecil tentang Kehidupan
Oleh: Ratmaya Urip


(Diilhami ketika dalam perjalanan dalam Ferry: “Marina Batam 10”, route Tanjung Pinang-Batam, 18 Februari 2011, sehabis Jumatan di Masjid Raya Sultan Riau, Pulau Penyengat)


Hidup ini bak ombak yang penuh nafsu amarah mengejar buritan
Yang terbelah palka dan lunas dalam hempasan baling-baling perahu motor
Yang menonjok birunya laut nan tenang dan merungkas heningnya camar yang tengah memindai mangsa

Ombak di buritan perahu motor untuk sesaat nampak ganas, merungkas nafas, menjulat benak, menyibak ‘tuk meniti hati yang gaduh dan dingin berpeluh
Sejenak bergelora, dinamis penuh turbulensi yang bermuara pada cemas, seolah menyongsong mati
Namun tenang itu kembali tiba seiring layunya buih yang memutih, memendar dan berujung rintih yang telah pipih

Tak meninggalkan guratan dan sobekan air meski seserpih
Kembali tenang...begitu tenang... nyaman, damai dan laminer bak semula
Memasung cakrawala ‘tuk tetap mendendangkan sumilirnya tembang pagi dan kidung senja

Kadang memang gelora badai tiba kebak sorak, yang menyeruak dan menghentak
Namun sesaat kemudian pergi untuk kembali di esok hari.

Sementara perahu motor sudah laju jauh dari mata dan indera
Yang memang beranak gelora dan dinamika sesaat...namun selalu kembali ke damainya mentari yang memasung hari-hari.

================== ================

Catatan Kecil buat Hidupmu
Oleh: Ratmaya Urip


Jika hidupmu hanya rakus menyantap waktu semata
Tanpa prasasti ‘tuk kehidupan
Yang kebak guna dan makna bagi manusia
Maka perjalananmu telah lekang termakan sia-sia
Terungkas dukana
Dan Nuranimu kan penuh sesal di akhir masa


=================== ================


3. PUISI-PUISI MBELING:


Negeri Birahi
Oleh: Ratmaya Urip


Tatkala negeri sedang disandera birahi
Maka yang lahir adalah libido kuasa dan nafsu duniawi
Untuk selalu korupsi dan memasung kreasi
Menyisakan sampah ‘tuk menjadi sumpah serapah
Silang pendapat dan omong kosong tak ada arah apalagi denah
Menggoyang kursi ‘tuk selalu goyah
Meski tak ada yang mau menyerah kalah
Apalagi pasrah

Tatkala hati anak negeri tengah dilibas hakikinya sepi dan ngeri
Di belantara caci maki yang membahana dari para wakilnya yang “hanya” politisi
Bukannya negarawan yang tak pernah sepi berpikir negeri
Namun tak berkesempatan mencicipi kursi

Tetap saja hari-hari kebak caci maki
Sumpah serapah tak bisa diseruak meski sejenak
Maka maklumlah jika untuk negeri hanya menyisakan dukana
Karena pemegang mandat suara lebih suka pada cara merajut kuasa
Mencumbu dosa-dosa
Bukannya membangun jelata merungkas papa yang penuh nestapa
Karena benaknya penuh punagi tentang hidup bergelimang harta, wanita dan tahta
Meski mulutnya berbusa tentang negeri yang adil makmur dan sejahtera
Meski sebenarnya tanpa hati
Karena semuanya itu baka
Yang enggan bertabik pada fana
Dalam rimbunnya belantara jelata yang renta
Jelata yang tak berkesempatan ‘tuk menabung asa apalagi menggapai cita

Tatkala benak negeri tengah dikoyak mimpi
Maka yang ada hanyalah omong kosong tentang damai, adil dan makmurnya negeri
Atau kidung tentang negeri gemah ripah loh jinawi

Sementara jika hati negeri sedang dijajah libido
Maka kehendak hanyalah mengusung celoteh menco atau beo

Hari-hari yang menapaki warsa kini menggelegarkan maki-maki
Yang penuh amarah dan benci
Sumpah serapah tak ada henti
Saling jegal membenarkan diri
Meski semua tak ada yang dapat dimengerti
Karena memang tak ada arti apalagi hakiki

Birahi kuasa, libido tahta, mewabah di era reformasi
Mata air bagi suburnya perilaku tak terpuji
Dan bagi matinya nurani dan harga diri
Karena telah menafikan jalan Illahi

Kursi tinggi dan birahi di seluruh ranah negeri
Telah menolak santun dan rendah hati ‘tuk dibagi
Kecuali korupsi yang tergopoh ‘tuk dinikmati
Semua mau menangnya sendiri dan menjadi milik pribadi
Itulah negeri yang sedang birahi

Semua seolah mengatasnamakan negeri
Meski ‘ku pasti itu adalah negeri yang ada di perutnya sendiri

Sidoarjo, 20 Mei 2011

================= =============


Wajah dalam Seonggok Kotak Visual Elektronik
Oleh: Ratmaya Urip


Di kotak visual elektronik yang butut di rumah si Midah
Di lokasi yang pasti tak ada dalam peta dan denah
Di tempat tanpa petunjuk rambu arah panah
Karena adanya memang di negeri antah-berantah
Ada kidung tentang tembang senja berawan merah yang marah
Bukan lagi lembayung yang merekah yang bikin jengah dan pipi memerah

Di kotak visual elektronik yang butut di rumah si Abah
Itu wajah kok sumringah renyah penuh tawa gairah
Dalam pesta gempita yang pongah dan meriah
Seraya debat kusir tanpa arah
Tanpa ada benak dan hati yang gerah, desah, resah dan merasa salah
Meski penonton dengan raga yang papa tengah gundah
Sedang yang renta jiwa bermadah gelisah karena susah

Apa mau menunggu semakin payah dan parah?
Atau menunggu marah yang dapat bikin goyah dan patah?
Yang hanya akan menyisakan darah dan sejarah?

Di kotak visual elektronik yang butut di rumah si Poltak
Nestapa telah beranak pinak
Dari Subuh sampai Maghrib menyeruak
Seluruh cakrawala Indonesia telah habis berteriak sampai serak
Namun wajah dalam seonggok kotak visual elektronik itu tak juga tergerak
Apalagi mau menyibak duri dan onak
Karena sudah merasa enak

Di kotak visual elektronik yang butut di rumah si Samsu
Semua sedang menunggu waktu
Saatnya penonton dapat sesuap nasi, sesobek baju dan sebenggol doku
Bukan segudang harta hasil korupsi yang dapat terwaris ’tuk anak cucu
Seperti yang diperoleh si Gayus Tambunan si raja kecu

Tapi mana mampu?
Jika wajah dalam kotak elektronik itu hanya berpangku dan beradu mulut berebut doku
Untuk menggendutkan saku
Serta menolak untuk malu
Karena mereka memang benalu
Yang tumbuh subur di pohon duku dan jambu


Jika wajah dalam kotak elektronik itu tak henti untuk korupsi
Miskin, papa dan nestapa penonton ini tak mungkin akan berhenti
Padahal penonton hanya ingin lebih dini
Menunggu hadirnya hidup yang indah penuh arti
Di sisa-sisa hari yang akan tertiti

Penonton hanya ingin ada asa
Syukur jadi nyata
Tidak lagi ada lapar, dingin dan masuk angin yang menerpa raga dan jiwa
Dalam lebatnya papa dan nista
Yang telah beranak pinak meng-Indonesia

Kapan miskin raga dan papa jiwa ini kan berlalu?
Wahai wajah yang ada di kotak visual elektronik-ku?
Jangan hanya bersilat lidah melulu
Yang muaranya hanya menggendutkan doku di sakumu

Ampun ya Allah
Ke kiblatmu takwaku berserah
Ke hadiratmu istigfarku bermadah
Di legamnya sajadahku yang mulai terengah
Jauhkan wajah di kotak elektronik itu dari kata penuh kilah dan sumpah serapah
Sadarkan mereka tuk berbenah ke kebenaran arah
Berikan penonton kuat tanpa sampai menunggu menyerah pasrah
Berkatilah dengan kesembuhan dari koma yang parah
Supaya Indonesia-ku gegap penuh gairah
Supaya rizkimu segera tumpah ruah
Karena tibanya kebenaran dan keadilan hasil jerih payah
Dan bersinarnya fajar pagi di ufuk memerah
Amin.

Sidoarjo 20 Mei 2011

================ =================


Kidung Negeri Onani
Oleh: Ratmaya Urip


Konon jika tak ada lagi insani peduli
Dan tak ada lagi bahagia ‘tuk dibagi
Atau tak ada lagi nyanyi sunyi tentang manusiawi
Apalagi menyantap indahnya pelangi di rintik hujan pagi
Dan malah menghardik kidung paksi yang beriring ke cakrawala senja yang kebak sari
Atau tak hendak bertabik pada nurani
Karena hanya peduli pada hari-hari untuk selalu korupsi
Atau ketagihan ‘tuk pantat duduk di kursi tinggi
Kompetisi rakus menumpuk harta diri yang tanpa harga diri
Meski itu milik negeri !
Sementara gubug reyot mewabah di seluruh negeri
Dan tak ada lagi nasi untuk berbagi gizi
Tak ada lagi bagi jalan Illahi
Maka negeri sedang onani

Konon jika negeri sedang onani
Memuaskan diri dalam nafsu hewani itu sudah pasti
Tak ada peka yang pekat
Semua hanya nafsu duniawi yang bejat penuh rekayasa jahat
Beranak-pinak menabur pesona diri dengan pikat dan sepaket pukat
Pawai nafsu menebar jerat
Memukat dosa yang selalu mendekat
Dan tak ingin ada tobat
Apalagi tak rindu hasrat menabung akhirat

Konon dalam negeri yang sedang onani
Semua yang adil menjadi basi
Yang benar terpancung eksekusi
Yang munafik menjadi raja
Yang berkuasa adalah paksa dan dosa-dosa
Dan tak peduli pada doa pada yang Kuasa
Dalam, meniti masa

Konon dalam negeri yang sedang onani
Kemakmuran menjadi jera
Kedamaian menjadi renta
Kejayaan menjadi papa
Yang jujur menjadi baka
Yang culas menabur fana
Karena semua syahwat dunia
Libido harta, angkara tahta, dan birahi kuasa
Tak ada damainya surga
Ataukan karena itu azab dan siksa Yang Maha Kuasa
Karena telah bermanja dengan dukana

===================== ========


Tembang Negeri Antah Berantah
Oleh: Ratmaya Urip


Ketika keadilan dan kebenaran telah sekarat
Atau kemunafikan menjadi dahsyat
Dalam angkara kuasa yang khianat
Maka yang tersisa adalah kiamat

Kedamaian dan kemakmuran tak akan pernah berangkat
Ketika keadilan dan kebenaran menjadi papa
Atau kemunafikan tak juga renta
Atau angkara kuasa tak juga menjadi baka
Maka yang tiba adalah nestapa
Dan dosa-dosa

Ketika gegap bencana, banjir nestapa, gempita perkosa, dan korupsi kuasa menjadi raja
Maka yang menunggu adalah siksa dan nista
Atau gegapnya kesumat
Yang berujung pada sorak neraka
Dan bermuara pada azab dan laknat

Sidoarjo, 20 Mei 2011

===================== =============



4. PUISI-PUISI ROMANSA


RINDU
Oleh: Ratmaya Urip


Ketika galau bertabik pada romansa yang lampau
Yang masih menyisakan pekatnya sendau
Dan punagi yang terselip dalam gurau
Maka dawai hati ini kembali bergetar
Berdenting (mendesah) meniti senar penuh sinar
Yang kebak hingarnya rindu
Dan bingarnya hasrat ‘tuk dapat bertemu

Sidoarjo, 20 Mei 2011

================== ==============


SIA-SIA
Oleh: Ratmaya Urip


Apalah artinya cantik
Jika hanya akan membuat seorang pria menunggu

Apakah artinya rindu
Jika hadirmu hanya pada mimpi-mimpi panjangku

Apalah artinya hati yang menyatu
Jika pelukku hanya ada di ujung waktu
Yang selalu kebak tunggu
Dan kerap enggan menyapa pada julatan mesramu

Sidoarjo, 20 Mei 2011

================== ===============


Prasasti
Oleh: Ratmaya Urip


Tiada seindah hari-hari bersamamu
Saat di cintamu ku teduhkan kidungku
Kau bimbing mesraku menjuta rasa
Yang bukan dukana
Bukan nestapa
Membenci nista
Dan segala duka petaka

Prasasti
Telah kau tanam di hatiku
Harapan telah kupendam di tangismu
Bagai mentari dan kehidupan
Kau dan aku satu

Prasasti itu kini bertabik mesra
Menembangkan rindu yang fana
Bagiku kau masih seperti yang dulu
Karena kau sulit menjadi lampau

=================== ==============


Rara Jonggrang
Oleh: Ratmaya Urip


Kisah lontar tua
Tentang duka yang tak kunjung mati
Rara Jonggrang jelita
Dengan pinangan
Bandung Bandawasa perkasa

Bukan hati tak ingin
Namun dendam melebihi segalanya
Diterima pinangan dengan punagi
Seribu candi sebelum dini

Bandung Bandawasa tersenyum
Hatinya ceria
Menyusur malam
Dengan kerja dan tawa
Bersama kidung kesaktian
Dan punagi yang mulai tercipta

Di timur fajar tiba
Seribu candi tak trepenuhi
Rara Jonggrang penipu menjadi batu
Di muara hati yang murka


Candi Prambanan, Mei 1982

===================== =================

*) Penulis adalah pemerhati dan penikmat puisi.

================================== =====

Salam

Ratmaya Urip

Jumat, 12 Agustus, 2011 03:28

Tidak ada komentar:

Posting Komentar